Ada dua pilihan ketika bertemu cinta
Jatuh cinta dan bangun cinta
Padamu, aku memilih yang kedua
Agar cinta kita menjadi istana, tinggi menggapai surga
(Salim dan Indah)
Tiga golongan yang wajib bagi Allah menolong mereka. Pertama, budak mukatab yang ingin melunasi dirinya agar bisa merdeka. Dua, orang yang menikahi demi menjaga kesucian dirinya dari ma’shiat. Dan ketiga, para mujahid di jalan Allah.” (HR At Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Aku tinggal di bumi, tapi carilah aku di langit. Di sepertiga malammu saat Tuhan turun ke langit bumi,
Aku berada di tempat yang tidak bisa kau temui di bumi.
Tapi kau bisa menemuiku di langit, meski bukan wujud kita yang bertemu.
Melainkan doa-doa kita yang menggetarkan singgasana-Nya
(potongan karya Kurniawan Gunadi)
Seperti yang kita fahami, sangat mudah bagi Allah membuat dua insan yang saling mengasihi bersatu, cukup dengan doa-doa yang selalu dipanjatkan penuh harap dan menjaga hati masing-masing.
Kisah mereka mungkin tidak akan seperti kesabaran penantian Ali bin Abi Thalib dan Fathimah Az-Zahra. Mereka yang saya tahu adalah hanya manusia biasa yang berserah akan takdir Allah dan takut akan dosa hati, lisan dan perasaan yang menjerumuskan mereka. Olehnya itu, dengan pertimbangan yang panjang mereka kemudian memilih untuk menjalin ikatan suci.
Yang saya tahu, mereka sebelumnya bukan tidak pernah bertemu, bahkan mereka sering terlibat dalam beberapa program kerjasama di UKM Kampus mereka mengenyam pendidikan. Dari mereka, saya melihat bahwa cinta itu bisa tumbuh kapan dan dimana saja. Pada akhirnya, tergantung kita mengelolanya bagaimana dan mau dibawa kemana. Dibawa baik-baik atau tidak baik. Itu pilihan.
Yang saya tahu, mereka saling menjaga hati satu sama lain. Karena saya adalah korban cerita mereka. Korban curhatan dan tempat berkeluh kesah, tak jarang saya melarikan diri karena takut salah dan takut terjerumus dalam ketidak jelasan.
Perasaan adalah prihal yang sensitif dan berbahaya.
Salah mengambil langkah, artinya ke depan bisa jadi salah terus.
Saya bukan ahli dalam hal berpendapat, ketika mereka bercerita kadang hanya mendengar dan memberikan masukan sesuai kedangkalan fikiran saya kepada dua sahabat saya ini. Saya juga tak jarang harus membuka beberapa buku atau searching tentang aturan perasaan dalam Islam untuk menenangkan mereka. –karena dengan segala keterbatasan saya, saya hanya bisa menjadi saudara dan pendengar terbaik mereka-
Kadang kepada si sahabat perempuan, saya terkesan gaje (yaiyalah ya, orang saya tidak berpengalaman dalam hal perasaan). Mungkin beliau bosan dan kadang pasti memilih alternatif cerita ke orang lain. Soalnya saran saya gak pernah diupdate -istikhorah, ceritakan ke orang tua, tanyakan ke hati, dll yang mungkin memang tidak jelas. –karena saya hanya ingin jadi pendengar setia sahabat terbaik saya ini, walau saya terkesan sok tau--
Ketika dua insan saling menyukai, maka jalan terbaik adalah menjalin ikatan suci. Caranya bermunajat kepada Allah agar diberikan kemudahan dalam setiap langkah untuk mencapai niatan suci. Rencana Allah, dukungan orang tua, dan lainnya membuat akhirnya mereka sampai pada tahap ini. Mengikat janji suci sehidup semati, segalanya ingin mencapai Ridho Allah SWT.
Si perempuan ini, teman pertama yang saya temui di sebuah UKM Keilmuan di Kampus. Beberapa mimpi kami sama, sama-sama ingin bermanfaat bagi banyak orang dan berprestasi di bidang kesehatan. Bedanya, beliau ini tekadnya kuat sampai dapat banyak penghargaan, nah kalau saya duh jangan ditanyakan malasnya luar biasa.
Beliau orang yang sangat sabar, cerdas, rajin, dan teratur. Ada banyak kekonyolan yang terjadi dengan pertemanan kami. Sampai rasa-rasanya batin saya sudah terpikat oleh beliau. Saking baiknya, saya tidak pernah punya alasan marah ke beliau. (kecuali kalau dia maksa saya ke dokter gigi, saya gak pernah komentar apa-apa dan langsung jutek).
Dokter gigi ini benar-benar teman idaman semua orang. Saudara beda orang tua yang sangat baik. Saya cari di berbagai tempatpun kayaknya tiada gantinya, pakai sayembara pun tidak bakalan ada. Ya tentunya teman idaman, pasti pendamping idaman juga ya... :D
Selain dokter gigi, beliau juga melankolis, puitis, hm apalagi ya. Pokoknya mirip-mirip pujangga deh. Kalau cerita pribadi, pastinya kata-kata puitisnya muncul. Sampai saya kadang laload, ini kenapa lagi dokter ini tiba-tiba berpuisi.
Nah, si pria ini... kapan ya saya bertemu dengan beliau. Saya lupa, tapi dari beliau saya tahu artinya perjuangan dan tanggung jawab perasaan. Dia serasa mau menyontek sifat Ali Bin Abi Thalib deh, yang sabar menanti dengan doa dan usaha untuk Fatimah.
Doa..doa..doa penting
Tapi usaha beliau sungguh luar biasa, usaha yang benar tentunya ya. Beliau ini mirip pujangga juga, sampai kadang kalau curhat soal perasaannya, saya harus mencerna atau paling jeleknya saya malah gak nyambung.
Dari beliau banyak belajar bahwa jika ingin mengekspresikan rasa, kita perlu siap dan benar-benar yakin. Bukan memberikan janji kosong dan menebar pesona. Karena rasa itu fitrah suci dari Sang Khaliq.
Kemiripan mereka di mata saya ada banyak,
Sabar dalam penantian
Dan mereka adalah sahabat dan teman yang puitis hehehe
Tentang jodoh,
Cara Tuhan selalu di luar logika
Jangan difikirkan terlalu jauh
Tuhan pasti tahu kapan waktu yang tepat
Sampai akhirnya mendapati berita bahagia yang membuat menangis pilu di angkot ketika berangkat ngajar. Tangisan bahagia dan haru, bahwa Allah memang Maha Baik
Teriring kabar ke Kota saya mengeyam pendidikan...
Mereka memilih untuk membangun cinta bersama dalam ikatan suci rumah tangga...
Semoga bisa menuju Surga Allah dengan pilihan ini...
Tulisan ini menjadi rekaman saya mengingat kalian
Walau jauh dari mata, kalian dekat di hati
Teriring doa...
Semoga kalian bisa hidup bahagia dengan saling mendukung dan menguatkan
-Ainum Jhariah Hidayah-
Depok, April 2017